Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akhirnya membuka pintu bagi Warga Negara Asing (WNA) bisa memiliki tempat tinggal di Indonesia. Ini dikuatkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Warga asing bisa memiliki hunian dengan persyaratan yang mudah. Hanya dengan menggunakan paspor dan visa.
Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian Untuk Orang Asing, pada 1 November 2022 lalu.
Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Hubungan Luar Negeri, Rusmin Lawin, mengatakan ini merupakan peluang bagi Indonesia karena bisa mendorong perekonomian.
Menurutnya minat asing untuk membeli properti di Tanah Air cukup tinggi. “Saya sering keliling ke luar negeri dan banyak dari mereka selalu ingin beli properti disini tapi hanya dengan paspor, nggak usah ribet,” kata Rusmin Lawin dalam acara Elevee media Talk, kemarin.
Menurut dia sejatinya hal ini bukan ancaman, dengan kehadiran orang asing selain sebagai pekerja profesional juga pengusaha, pebisnis yang akan membuka potensi pertumbuhan ekonomi serta devisa bagi.
“Pembelian properti untuk WNA ini bukan menjual negara, kita menjual potensi ekonomi negara dengan adanya investasi masuk dan membuka lapangan pekerjaan,” jelas Rusmion Lawin yang juga menjabat sebagai President FIABCI Asia Pacific.
Rusmin mengingatkan jika sebelumnya Indonesia memang ingin menarik investor asing untuk berbisnis di Indonesia. Meski masih ada batasan. “Kita welcome dengan mereka tapi mereka bingung mau tinggal dimana, mereka tidak mungkin sewa terus menerus sekian tahun, tentunya mereka juga ingin punya tempat tinggal yang tetap,” tegas dia.
Saat ini menurut Rusmin saat yang tepat untuk menggencarkan pembelian properti bagi WNA di Indonesia. Menurutnya, seperti Vietnam dan Thailand kian agresif menawarkan propertinya kepada WNA.
Bahkan, batasan pembelian properti WNA di negara lain seperti Singapura memberikan batasan kepemilikan properti WNA sebesar 30 persen, sedangkan Malaysia dibatasi 5 persen. Sementara Indonesia lebih kecil tak lebih dari 5 persen.
Leave a Reply